Minggu, 04 Juli 2021

Life, Love, Learn Pt. I

 CHAPTER 1 - LIFE

Wow, sudah lama juga sejak terakhir saya menulis di blog ini. Semenjak itu pula sudah banyak sekali cerita kehidupan yang sudah terlewati. Ya, sesuai dengan judul it's all about Life, Love, and Learn. Bagaimana hidup saya berjalan setelah banyak peristiwa dari senang, sedih, kecewa, hancur, dan menerima.

Tidak bisa dipungkiri hidup saya mulai agak berubah semenjak bapak meninggal dunia bulan Desember 2017. Sebenarnya tidak terlalu ada sangkut pautnya, akan tetapi lingkungan di sekitar terhadap saya lah yang berubah. Beberapa bulan itu ibu saya menjadi sangat-sangat sedih, anatara sedih ditinggal bapak karena merasa "kurang bisa menjadi istri yang baik" dan "takut akan kematiannya kelak". Hari-hari itu, ibu selalu terbayang-bayang akan kematian. Mau tidak mau saya yang saat itu masih bekerja di Yogyakarta, yang biasanya pulang seminggu sekali menjadi dua kali. Badan rasanya remuk. Hingga akhirnya memutuskan untuk resign beberapa bulan kemudian.

Setelah resign saya kira akan bisa rehat sejenak setelah dipusingkan dengan pekerjaan dan kondisi ibu. Ternyata ada tekanan datang lagi yang tidak lain dari kakak kandung saya sendiri. Kakak saya adalah orang ter-konservatif dan strict dari semua orang yang saya kenal. Tipikal orang yang keras kepala (meskipun saya juga) dan selalu merasa bahwa pendapatnya paling benar dan tidak mau kalah berdebat hingga ke hal-hal kecil. Baginya hidup hanyalah soal hitam dan putih. Dulu dia tidak begitu. Sifatnya berubah semenjak bekerja dan "mengenal uang". Dia orang yang paling menentang keputusan saya untuk resign. Bagi dia, pekerja itu harus loyal dan patuh dengan apapun yang terjadi di kantor. Dia tidak sadar dunia telah berubah, dia tidak sadar bahwa industri berkembang sangat pesat untuk saya yang bekerja dan hidup di industri kreatif, hal yang sampai kapanpun dia tidak (mau) tahu. Dan yang paling dia lupakan bahwa saya tidak bisa bekerja ke tempat yang jauh (re:Jakarta) juga karena dia menyuruh saya untuk bekerja di Solo agar bisa menjaga ibu saya sedangkan dia sendiri sudah merantau terlebih dulu. 

Dia (sok-sokan) menjadi kepala keluarga sepeninggal bapak saya. Iya, memang secara status begitu akan tetapi kenyatannya tidak ada satu hal pun yang ia lakukan selayaknya kepala keluarga. Terlalu sering juga dia mengatur apa yang harus dilakukan orang lain agar menjadi baik menurutnya sekalipun orang itu tidak nyaman. Dia adalah tipikal orang yang bisa dikatakan memaksakan kehendak. Misal jika ia mengajakmu ke suatu tempat dan kamu menolak dia akan membuatmu risih hingga kamu berkata iya. Hingga pada akhirnya dia memaksa aku untuk berinvestasi pada sebuah Fintech P2P Lending yang sebenarnya saya sendiri kurang percaya.

Selang waktu berjalan ternyata benar investasi ini hancur. Semacam investasi bodong dengan skema ponzi. Waktu itu saya masih berusia 25 tahun dan sudah mengalami kerugian sebesar 100 juta rupiah. Bisa kamu bayangkan betapa kecewanya saya. Kejadian itupun dibarengi dengan masalah lain dan datang secara beruntun.

Hari-hari itu saya ditinggal pergi klien saya dan belum membayar. 100 juta sayang saya kumpulkan hilang begitu saja. Hanya tinggal sedikit tabungan di rekening. Mobil tua saya mulai menunjukkan banyak gejala kerusakan dan harus dibereskan satu per satu.

Akhirnya saya dapat bekerja lagi berkat bergabung dengan agensi kakak tingkat saya, OwalahLabs. Gaji yang saya dapat cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pada awalnya. Mobil mulai menunjukkan kerusakan lagi, kucing-kucing yang saya pelihara sakit secara bersamaan. Dan hingga akhirnya, pacar saya memutuskan untuk meninggalkan saya. Hari itu, hari yang tidak akan pernah saya lupakan selama hidup saya. Hancur sehancur-hancurya dan mencoba bangkit sedikit demi sedikit sembari menutup luka dalam-dalam.

Kamis, 11 Januari 2018

Hidup Enggan, Mati Tak Mau

'Follow your passion
it will lead you to
your purpose'
 - Oprah Winfrey

Begitulah kata Oprah Winfrey tentang bagaimana kita harus bersikap kepada passion kita.  Tapi sejauh mana kita harus tetap bertahan dengan passion-passion kita dan tetap memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita?

Pada dasarnya saya adalah orang bebas. Orang-orang terdekat saya pun paham akan hal tersebut.  Mereka bilang saya idealis. Mereka bilang saya terlalu tinggi mentarget tujuan saya. Saya bukan tipikal orang yang biasa berdiam diri di satu tempat dalam waktu yang lama. Bukan tipikal orang yang cocok untuk sekolah secara normal, atau bekerja kantoran. Tapi disitulah letak masalahnya.

Saya adalah seorang fotografer dan cinematographer (bukan videographer). Sebagai seorang 'seniman' saya punya goal sendiri terhadap apa yang saya kerjakan. Ketika masih kuliah saya sangat sering mengeksplor ide-ide untuk melakukan sebuah sesi pemotretan atau untuk membuat storyline untuk film yang ingin saya produksi (meskipun waktu itu tidak jadi diproduksi). Seiring berjalannya waktu saya sadar kemampuan teknis per-kamera-an saya lebih bagus daripada kemampuan storytelling saya. Waktu itu saya berharap suatu saat ingin bekerja di sebuah PH (production house) atau minimalnya di agency-agency untuk meningkatkan skill saya.

Setelah wisuda di bulan April, saya berencana melanjutkan bekerja di sebuah PH. Tetapi waktu itu kebetulan lowongan-lowongan seputar film dan video sedang sepi. Saya mulai kebingungan sebagai seorang sarjana yang masih saja menganggur. Akhirnya target saya turunkan sedikit untuk mencari PH yang lebih dekat dikarenakan juga sakit bapak sudah mulai parah. Tetapi ternyata masih tidak ada juga.

Masuk ke bulan Juni ada sebuah lowongan pekerjaan di sebuah media yang 'dulunya' menjadi salah satu web favorit saya untuk mengisi kekosongan. Media ini terlihat sangat asyik, kontenya banyak berupa tips, motivasi hidup, percintaan, pokoknya permasalahan yang dialami usia 20-30an. Ekspektasi awal saya mendaftar karena saya sudah sangat sering membaca artikel di media ini dan beberapa artikel sangat bisa untuk di-film-kan (film! bukan hanya video!). Singkat cerita saya pun diterima bekerja di sini.

Saya ditugaskan untuk membuat konten-konten video yang menarik di sini. Saya juga sudah membeberkan ide-ide saya yang sesuai dengan identitas media ini.

Tetapi....

Bukannya mereka menolak, tetapi jajaran media ini lebih ingin mengejar kuantitas daripada kualitas. Sebagai seorang cinematographer saya merasa diinjak-injak. Dan juga selama ini saya bekerja sendirian tanpa adanya sebuah tim.

Saya merenung dan berpikir. Sebelumnya saya sudah pernah bekerja di sebuah video production di Jawa Timur dan sebenarnya saya lebih nyaman di sana. Karena harus menyelesaikan kuliah saya pun mengundurkan diri.

Tetapi disini saya mulai bimbang dan resah dengan diri saya sendiri. Gaji yang saya dapat di sini lumayan besar, akan tetapi yang saya pertaruhkan adalah mimpi-mimpi saya. Saya tidak bisa berkembang. Saya makin bodoh. Satu-satunya yang membuat saya bertahan karena belum ada lowongan lain. Hari ke hari saya seperti mayat hidup.

I lost my hope
I lost my passion
My senses die
My eyes closed
I'm dead
But I'm alive
 Saya merasa insting-insting saya mulai melemah. Kepekaan saya terhadap sesuatu hilang. Saya kehilangan sentuhan. Saya sedih. Saya mati.

Rabu, 06 Desember 2017

Sate Klathak Ala Imogiri

Telah melewati bulan ke 3 menjadi manusia yang bermukin di kota yang katanya "romantis. Dan setelah menulis blog sekian lama akhirnya memberanikan diri untuk menulis yang lebih bermanfaat.

Saya bekerja sebagai seorang produser video di sebuah social news site yang cukup terkenal. Traveling dan jajan sudah menjadi hobi saya sejak lama. Selain itu saya sudah belajar masak semenjak duduk di bangku SMP, jadi tidak ada salahnya saya mulai mengulas tentang makanan.

Beberapa minggu yang lalu saya membuat video review tentang sate klathak ini. Sate klathak banyak dijumpai di sepanjang jalan Imogiri Timur, Bantul, Yogyakarta. Sebenarnya sudah cukup banyak orang mengetahui Sate klathak. Dan menurut beberapa orang dan talent saya sebagai host di video tersebut, sate Pak Pong lah yang paling enak.

Oh benarkah? saya bertanya-tanya apa benar seenak itu.

Akhirnya saya langsung membuat video tersebut tanpa ba-bi-bu (karena deadline juga sih). Selama proses tersebut saya juga ikut mencicipi sate klathak Pak Pong yang katanya terkenal itu.

Dan....menurut saya.....

Tidak ada yang sepesial dari sate ini. Masih kalah dengan sate andalan saya di Solo yaitu Sate Kambing Mbok Galak. Kemudian saya bertanya-tanya lagi. Apakah di sekitar sini tidak ada sate yang lebih enak?

Beberapa hari kemudian selepas bekerja saya kembali ke Bantul untuk mencari warung sate klathak lain. Dengan hanya bermodal google dan insting traveler, saya menemukan sebuah warung sate klathak yang berada di dalam pasar.

saya langsung memarkir motor dan ingin segera memesan. Tapi ternyata saya datang terlalu cepat. Warung baru buka jam 19.00 sedangkan saya sampai sekitar pukul 18.40. Sembari menunggu saya browsing di Google dan menemukan warung ini bernama Sate Klathak Pak Bari Pasar Wonokromo.



Kondisi warung sate ini berbeda dengan warung sate klathak Pak Pong. Warung Pak Pong jauh lebih bagus dan rapih (mungkin karena sering disinggahi artis ibu kota). Sedangkan warung pak bari ini hanya di dalam pasar, lesehan dengan tikar, bahkan masih ada barang dagangan pedagang lain yang ditinggal di dalam pasar. Tapi jangan salah, pengunjung yang datang kesini rata-rata menggunakan mobil yang berarti warung sate sederhana ini tidak main-main!.



Akhirnya pesanan saya datang. Rata-rata porsi sate klathak hanya 2 tusuk. Tapi saya memesan 3 tusuk. Harga satu porsi sate klathak di sate Pak Bari adalah Rp 20.000. Tambahan per tusuknya Rp 10.000.




Begitu sate klathak datang langsung saya cicipi kuah gulainya terlebih dahulu. Dan ternyata benar, disini rasa kuah gulainya lebih tasty dibanding sate klathak Pak Pong. 



Giliran sang daging yang kini saya santap. Memang karakter rasa sate klathak ini lebih soft karena memang bumbunya hanya terdiri dari garam dan merica. Tetapi sate klathak Pak Bari ini bumbunya lebih terasa, asin dan pedas mericanya pas. sedangkan di Pak Pong rasanya cenderung lebih hambar. 

Saya juga mencicipi menu lainnya yaitu 'kicik daging' (maaf tidak sempat memfoto). Saya juga baru pertama mendengar nama kicik ini. Kicik ini hampir mirip dengan tongseng, tetapi disajikan secara kering (tumis, tidak berkuah banyak) dan mempunyai rasa pedas. Kesan pertama melahap kicik daging ini adalah 'wow he is the man'. Dari sekian menu yang ada, kicik ini lah yang menurut saya paling the best rasanya.



Untuk kalian yang sedang main di Jogja dan ingin makan sate klathak, coba singgah di warung sate klathak Pak Bari ini. Selain karena buka di malam hari, lalu lintas dari Jogja menuju Bantul sudah mulai lengang. Dan untuk rasa sate klathak menurut saya 'the best in town!'

Sekian dulu tulisan dari saya. Semoga saya bisa tetap konsisten menulis sesuatu yang lebih bermanfaat seperti ini.

Thank you.





Senin, 16 Oktober 2017

Oyi Sam, Ayas Kera Ngalam

"- Kon arek ndi a?

- Ayas kera ngalam sam! 

- Salam satu jiwa!"
Malam ini Jogja sedang dingin. Sudah sebulan lebih aku tinggal di Jogja dan sekarang sudah masuk musim penghujan. Sekarang aku sudah bekerja disini setelah sebelumnya kebingungan karena belum mendapat pekerjaan setelah hari kelulusanku.

Tapi entah kenapa selama sebulan lebih disini aku merasa ada yang hilang. Rasanya ada sesuatu yang belum sempat aku kerjakan. Tapi karena sekarang sudah bekerja aku harus menekan perasaan itu dalam-dalam.

Dingin di kota Jogja ini mengingatkanku pada sebuah kota dimana rasanya selalu menarikku untuk kembali mengunjunginya, Malang. Mungkin aku bukan penduduk asli Malang ataupun mahasiswa yang sempat menempuh pendidikan di Malang. Aku hanya sempat mengambil kerja profesi (magang) di Malang.

Ketika masih kuliah, aku termasuk orang yang sangat senang sekali menjelajah. Kalau kata anak zaman sekarang disebut traveler. Sudah banyak kota di pulau Jawa yang aku kunjungi. Ketika mengambil mata kuliah kerja profesi tiba, aku memilih Malang untuk menjadi kota tujuanku.

Alun-alun Malang. Diambil dari drone.

Aku selalu merasa Malang punya daya tarik khusus di mataku. Bahasa kiwalan (walikan yang berarti terbalik) yang khas, suasana dinginnya kota di malam hari (meskipun orang asli Malang bilang sudah tidak sedingin dulu), tahu campur ketika bingung mau makan apa, atau suasana ketika aku menyendiri di Kota Batu karena kesepian.

Stasiun kota Malang.

Pertama kali aku menginjakkan kakiku di Malang aku langsung jatuh cinta pada kota ini. Ada emosi tersendiri antara aku dan kota ini. Aku selalu menyukai kota yang mempunyai udara sejuk. Aku suka menyusuri kota ketika malam setelah pulang bekerja sampai-sampai membuat sepupuku khawatir karena belum pulang.

Taman bunga Selecta.

Lebih dari sekali aku mengunjungi Malang. Bahkan aku sampai mengajak teman-temanku untuk menjelajahi kota ini

"- Sob, mau ikut gue ke Malang gak? Kotanya syahdu abis sekalian gue ambil motor

- Boleh cuy, tancap gas lah"
Hingga kedua kalinya aku kesana, kembali aku merasakan emosi yang sama. Emosi yang hanya bisa kurasakan sendiri. Tetapi kali ini aku tidak sendirian, aku bersama temanku, Abi. Aku dengan bangga mengenalkannya pada kota ini. Mengajaknya berkeliling di Alun-Alun malang, Menyusuri Kota Wisata Batu dari siang hingga malam. Menikmati gerimis yang menyebalkan (ketika kehujanan) tapi aku suka.

Malang di malam hari. Diambil dari Kota Batu.

Aku kembali ke Malang ketiga kalinya saat berlibur bersama teman-teman ke Bromo. Karena memang lebih nyaman melewati Malang untuk menuju Bromo yang ada di Probolinggo. Mungkin kali ini hanya singkat untuk mampir istirahat, sholat, dan makan siang. Emosi itu muncul lagi dalam benakku. Ditambah waktu itu Malang hujan ketika kami tiba disana. Suasana yang aku suka.

 Suasana alun-alun Kota Batu.

Keempat kalinya ke Malang ketika aku menggarap project tugas akhirku. Dan keempat kalinya aku merasakan emosi itu lagi. Hingga akhirnya aku berpikir aku memiliki 'zink' dengan kota ini. Bukan hanya 'cinta' tetapi 'zink' (untuk kalian yang pernah menonton Hotel Transylvania pasti paham). Kembali aku menyusuri jalanan yang sama, tempat yang sama, selalu ada yang membuatku nyaman untuk berlama-lama di kota ini.

Bianglala alun-alun Kota Batu. 3000 aja cuy!

Terima kasih telah menjadi bagian dalam perjalanan masa mudaku. Masa muda yang tidak mungkin diputar kembali. Tidak pernah ada sesal untuk mengunjungimu kembali.

Terima kasih banyak...Malang

Sabtu, 15 Juli 2017

The Internet Era

Setelah kemarin saya memposting tulisan mengenai kelakuan generasi milenial, kali ini saya akan menuangkan pemikiran saya tentang apa yang terjadi di era internet ini.

Saya sering bertukar pikiran dengan anggota keluarga saya terutama oleh ibu. Ibu saya mungkin hanya tamatan SMA tetapi pemikiran beliau sangat modern dan visioner itulah mengapa kami sering berdebat maupun membahas apapun. Tadi pagi ibu saya bercerita kepada saya setelah mendapat info dari grup whatsapp kelompok pengajiannya. Beliau menceritakan tentang berita bangkitnya PKI dan akan di-sahkannya aliran syiah di Indonesia. Tapi tunggu. Bukan hal tersebut yang akan saya bahas. Akan tetapi semodern apapun ibu saya, tetap saja beliau kurang bisa memfilter berita-berita yang tersebar di internet.

Okay kembali ke topik. Pernahkah anda merasa risih ada dalam grup chat keluarga? Pastilah ada anggota keluarga yang rajin menyebarkan berita hoax dan memancing kebencian (hate speech) terhadap suatu hal. Atau melihat adik atau sepupu atau keponakan anda yang mulai bermain fidget spinner? dan merasa mereka sudah menjadi korban zaman?

Pernahkah anda berpikir, "kok bisa sih kalian ini cepet banget percaya?", "kok bisa sih gampang banget kebawa arus?", "kok kalian alay sih ikutan ini itu?". Yah, itu yang terjadi di era intrenet ini. Kita mulai ke bahasan yang pertama yaitu "era kelahiran". Saya bagi era kelahiran ini menjadi tiga bagian yaitu, Pra-Internet, Internet, dan Post-Internet (jangan cari kosa kata ini dimanapun, ini saya sendiri yang memberi nama).

1. Pra-Internet
   Saya anggap pra-internet ini adalah orang-orang yang lahir dan tumbuh sebelum adanya teknologi internet. Orang-orang ini lahir sebelum medio 90an. Pada zaman tersebut media informasi belumlah banyak. Bahkan media pada zaman tersebut sangat dikekang oleh rezim Soeharto. Dan ketika mereka tumbuh dan berkembang mereka melewatkan proses perkembangan internet (mungkin melewati, tetapi tidak merasakan). Nah, orang-orang ini baru benar-benar bisa menggunakan internet ketika internet telah berkembang sangat pesat dan menjadi media informasi utama. Sehingga dengan pengetahuan yang masih terbawa dari masa lalu tentang suatu informasi masih terbawa ke zaman sekarang dimana berita hoax sangatlah banyak dan berkembang pesat sehingga mereka kurang bisa memfilter suatu informasi.

2. Internet
   Era internet ini adalah orang-orang yang lahir pada medio 90an. Kenapa 90an terasa spesial bagi beberapa orang? kenapa selalu era 90an yang menjadi bahasan dan kebanggaan dimana-mana? Kenapa era 90an menjadi kenangan tersendiri? Karena pada era inilah teknologi mulai berkembang pesat tetapi masih dibarengi dengan norma-norma tradisional dan menjadikan anak-anak di era ini tumbuh dengan ideal. Orang-orang di era internet ini melewati dan mengikuti perkembangan internet. Mereka tahu bagaimana awal internet terbentuk hingga berkembang menjadi media informasi yang paling utama sekarang ini. Orang-orang di era internet ini juga telah mempelajari komputer sejak dini sehingga mereka tau bagaimana mengoperasikannya. Oleh karena itulah mereka tahu bahwa sebuah foto bisa diedit melalui aplikasi atau bagaimana sebuah berita palsu dibuat. Tetapi yang menjadi point nya adalah orang-orang di era internet lebih bijak dalam memfilter berita dan juga tetap memperhatikan norma dalam menyampaikan pendapat secara online mengingat era ini adalah era internet semuanya serba online.

3. Post-Internet
    Post-internet ini adalah era yang paling terakhir. Lahir dan tumbuh di era milenial (2000-an). Anak-anak di era ini cenderung lebih pintar karena orang tua mereka pun sudah banyak yang berpemikiran modern. Anak-anak era post-internet ini tumbuh saat internet sudah menjadi media yang sangat utama. Segala hal dapat dilakukan dengan satu klik. Anak-anak era ini sudah sangatlah faseh dalam menggunakan gadget, komputer, atau perangkat canggih lainnya. Yang menjadi masalah di era ini adalah mereka sudah terkena imbas negatif internet dalam usia yang relatif masih muda. Sedangkan di usia tersebut anak-anak sedang mengalami rasa ingin tau yang sangat tinggi. Oleh karena itulah banyak dari mereka yang mendapat influence selebriti internet yang kurang terpuji dan menganggap hal tersebut adalah suatu trend yang sangat keren. Akibatnya sudah saya beberkan pada tulisan saya yang sebelumnya. Mereka tidak memiliki karakter yang kuat dan cenderung ikut-ikutan, turunnya minat membaca, dan yang paling parah tidak tahu bagaimana cara menghormati orang lain. Budaya yang mereka dapat dari internet mereka bawa ke kehidupan nyata dan membuat mereka menjadi generasi yang lemah mentalnya dan demoralisasi.

Sekian tulisan saya kali ini. Jikapun ada pendapat marilah kita berdiskusi dengan baik dan landasan yang kuat. 

Thank you.

Kamis, 13 Juli 2017

Show Some Respect KIDS !

Setelah lama tidak menulis, akhirnya saya memutuskan untuk menulis lagi untuk menuangkan pikiran saya. Kali ini saya akan membahas tentang "generasi milenial" (biasanya terdapat jokes dengan sebutan "generasi awkarin").

Baru saja saya membaca blog dari salah satu blogger dan penulis yang cukup terkenal dengan nama aMrazing. Tulisan tersebut diberi judul "Lazy Millenial Generation". Setelah saya baca sebenarnya saya cukup setuju dengan beberapa pemikirannya.


Sampai pada akhirnya ada secuil tulisan mengenai tentang rasa hormat/ respect. Dia mengatakan generasi milenial ini ingin serba efektif dan efisien termasuk tidak mau ribet untuk menjadi sok manis dan menjilat atasan dan berpikir we're all equal tidak peduli berapapun usia anda. Tetapi, tolong bedakan respect dengan sok manis atau menjilat atau apapun.


Beberapa hari kemarin saya melihat anak belum cukup umur mengendarai motor tidak memakai helm dan saya yakin tidak memiliki surat izin, melanggar lampu merah dan hampir menabrak seorang bapak-bapak. Lalu bapak tersebut membunyikan klakson. Tiba-tiba anak ini melontarkan kata-kata tak terpuji kepada bapak tersebut. Inikah yang kita sebut "we're all equal" ?.


Yah, benar saya sendiri pun jijik jika melihat orang yang cenderung menjilat ataupun ingin diakui semua orang hingga melakukan berbagai cara. Tetapi bagaimanapun sebagai insan yang lebih muda kita memang sewajarnya menghormati yang lebih tua. saya ulangi lagi SEWAJARNYA. Karena hal tersebut memang sesuatu yang WAJAR dan cenderung WAJIB.

Ingatkah kalian pelajaran PPKn kelas 4 SD? di PPKn diajarkan bahwa kita harus menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Atau pesan Rasulullah SAW tentang orang yang harus kita hormati, beliau menjawab "Ibumu, Ibumu, Ibumu" baru "Ayahmu". semua yang disebutkan orang yang berusia di atas kita.

Pernahkah kalian diajak bicara dengan orang yang berusia jauh dibawah kalian tetapi gaya bicaranya tidak menunjukan respect kepada anda? marahkah kalian? atau tidak terima? atau ada yang mengalami seperti bapak yang saya ceritakan di atas tadi?

Entah makanan apa atau pelajaran apa yang didapat oleh generasi milenial ini sehingga bisa berpikir bahwa kita semua ini sama. Sama usianya, sama pergaulannya. Oh, mungkin benar in internet we're equal. The ages, gender, country, anything. Tetapi anda diciptakan itu di bumi, bukan di website. Jadi belajarlah menjadi manusia, bukan menjadi bitcoin. 

Oh ayolah para orang tua, inilah calon-calon yang akan mengisi dunia? Jika kemajuan teknologi hanya malah memundurkan moral lebih baik kita kembali ke era Dark Ages.

Rabu, 16 Maret 2016

Rindu

Malam ini saya merasa agak melankoli. Juga sudah lama tidak menulis di blog ini. Sepi rasanya. Sebagai mahasiswa tingkat akhir yang belum diizinkan mengambil tugas akhir (TA) dan teman-teman yang mulai sibuk untuk segera menyelesaikan tekanan demi tekanan TA.

Sore tadi entah kenapa saya tiba-tiba ingin ke kampus (padahal siangnya saya di rumah). Mungkin juga ada rasa ingin bertemu dengan "dia" atau hanya karena gabut di rumah. Tetapi hari ini telah menciptakan rasa rindu yang teramat sangat. Ya, rindu. bukan sekedar kangen, karena rindu itu lebih mendalam.

Berjalan dari gedung 4 FSRD menuju gedung 2 membangkitkan memori-memori lama saya. Dimana dulu berbagai kegiatan dari yang tidak penting hingga kegiatan benar-benar penting selalu kami lakukan di bangunan gedung 2. Memang, HIMA jurusan saya tidak diberi ruangan khusus oleh fakultas sehingga rapat biasa dilakukan dimana saja.

Saya duduk berdua bersama sahabat saya. Sahabat "pemberontak" saya. Ya, pemberontak, karena saya rasa hanya kami berdua yang berani terang-terangan protes jika ada kebijakan dari jurusan yang menurut kami tidak masuk akal.

Banyak hal yang kami perbincangkan terutama kebijakan kampus yang memang makin hari makin ngaco hingga pada akhirnya kami membicarakan masa-masa sebagai mahasiswa "sebelum" tingkat akhir. Entah mengapa rasa rindu itu muncul. Saya rindu sahabat-sahabat saya yang mulai susah dipertemukan karena memang sedang sibuk. Saya rindu berjuang bersama mereka. Saya rindu ketika kita tertawa. Saya rindu ketika kita saling mengingatkan. Saya rindu ketika saat makan siang harus rapat mau makan dimana. Saya belajar banyak dari mereka. Mungkin mereka bukan orang baik, tapi mereka sahabat terbaik bagi saya. Mereka yang jujur dan blak-blakan ketika mengingatkan saya apapun itu. Bukan orang yang cuma bisa ngomong di belakang tanpa solusi.

Selain itu ada rindu yang lain. Lokasinya sama, di kampus. Tetapi dengan orang yang berbeda. Dengan dia yang mulai berbeda pula.

"I miss your tiny hands
I miss your crazy kitten smile"

Tuhan, rindu itu kejam. Membuat saya tidak terlihat tangguh. Tetapi saya bersyukur setidaknya saya masih punya hati untuk merindu.

Selamat tidur kamu, aku juga, bersama semua yang telah kita lalui semoga Tuhan menghilangkan semua kebimbangan.